Batubara merupakan salah satu bahan galian strategis yang sekaligus
menjadi sumber daya energy yang sangat besar. Indonesia pada tahun 2006
mampu memproduksi batu bara sebesar 162 juta ton dan 120 juta ton
diantaranya diekspor. Sementara itu sekitar 29 juta ton diekspor ke
Jepang.
Indonesia memiliki cadangan batubara yang tersebar di Pulau Kalimantan
dan Pulau Sumatera, sedangkan dalam jumlah kecil, batu bara berada di
Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua dan Sulawesi. Sedangkan rumus empirik
batubara untuk jenis bituminous adalah C137H97O9NS, sedangkan
untuk antrasit adalah C240H90O4NS.
Jenis Batubara
Jenis dan kualitas batubara tergantung pada tekanan, panas dan waktu
terbentuknya batubara. Berdasarkan hal tersebut, maka batubara dapat
dikelompokkan menjadi 5 jenis batubara, diantaranya adalah antrasit,
bituminus, sub bituminus, lignit dan gambut.
1. Antrasit merupakan jenis batubara dengan kualitas terbaik, batubara
jenis ini mempunyai cirri-ciri warna hitam metalik, mengandung unsur
karbon antara 86%-98% dan mempunyai kandungan air kurang dari 8%.
2. Bituminus merupakan batubara dengan kualitas kedua, batubara jenis
ini mempunyai kandungan karbon 68%-86% serta kadar air antara 8%-10%.
Batubara jenis ini banyak dijumpai di Australia.
3. Sub Bituminus merupakan jenis batubara dengan kualitas ketiga,
batubara ini mempunyai ciri kandungan karbonnya sedikit dan mengandung
banyak air.
4. Lignit merupupakan batubara dengan kwalitas keempat, batubara jenis
ini mempunyai cirri memiliki warna muda coklat, sangat lunak dan
memiliki kadar air 35%-75%.
5. Gambut merupakan jenis batubara dengan kwalitas terendah, batubara
ini memiliki cirri berpori dan kadar air diatas 75%.
Sedangkan berdasarkan kalori pembakaran yang dihasilkan, batubara
dikelompokkan menjadi tiga;
1. Batubara Kalori Sangat Tinggi adalah batubara yang mempunyai kalori
hasil pembakaran sangat tinggi dengan jumlah kalori lebih dari 7100
kal/gr
2. Batubara Kalori Tinggi adalah batubara yang mempunyai kalori hasil
pembakaran antara 6100-7100 kal/gr.
3. Batubara Kalori Rendah adalah batubara yang mempunyai kalori hasil
pembakaran kurang dari 5100 kal/gr.
Dampak Penambangan Batubara
Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan ekspor, Indonesia memiliki
beberapa tambang batubara yang tersebar di Pulau Sumatera dan Pulau
Kalimantan, baik yang dioperasikan oleh Perusahaan Milik Negara maupun
swasta.
Pada tahun 2006, Indonesia menduduki peringkat kedua setelah Australia
dalam urutan Negara pengekspor batubara. Sekitar 74% batubara Indonesia
merupakan hasil penambangan perusahaan swasta, sementara itu
satu-satunya BUMN yang melakukan penambangan batubara adalah PT Tambang
Bukit Asam. Berdasarkan informasi PUSLITBANG Teknologi Mineral dan
Batubara, 2006, sebagian besar batubara digunakan untuk pembangkitan
energy.
Penambangan batubara menimbulkan beberapa dampak yang merugikan penduduk
sekitar dan lingkungan. Jika permukaan batubara yang mengandung pirit
(besi sulfide, disebut juga dengan emas bodoh) berinteraksi dengan air
dan udara maka akan terbentuk asam sulfat. Jika terjadi hujan di daerah
pertambangan, maka asam sulfat tersebut akan bergerak sepanjang aliran
air, dan sepanjang terjadinya hujan di daerah tailing pertambangan maka
produksi asam sulfat terus terjadi, baik selama penambangan beroperasi
maupun tidak. Jika batubara pada tambang terbuka, seluruh lapisan yang
terbuka berinteraksi dengan air dan menghasilkan asam sulfat, maka akan
merusak kesuburan tanah dan pecemaran sungai mulai terjadi akibat
kandungan asam sulfat yang tinggi , hal ini berdampak pada terbunuhnya
ikan-ikan di sungai, tumbuhan, dan biota air yang sensitive terhadap
perubahan pH yang drastis.
Disamping itu, penambagan batubara juga menghasilkan gas metana, gas ini
mempunyai potensi sebagi gas rumah kaca. Kontribusi gas metana yang
diakibatkan oleh aktivitas manusia, memberikan kontribusi sebesar 10,5%
pada emisi gas rumah kaca.
Dari hasil panel antar Pemerintah Negara anggota PBB tentang Perubahan
Iklim, gas metana mempunyai potensi pemanasan global 21 kali lebih besar
dibandingkan dengan karbon dioksida selama 100 tahun terakhir. Jika
PLTU batubara menghasilkan bahaya pada emisi hasil bakarnya, maka proses
penambangan batubara dapat menghasilkan gas-gas berbahaya. Gas-gas
berbahaya ini dapat menimbulkan ancaman bagi para pekerja tambang dan
merupakan sumber polusi udara. Disamping itu penambangan batubara
merusak vegetasi yang ada, menghancurkan profil tanah genetic,
menggantikan profil tanah genetic, menghancurkan satwa liar dan
habitatnya, degradasi kualitas udara, mengubah pemanfaatan lahan dan
hingga pada batas tertentu dapat megubah topografi umum daerah
penambangan secara permanen.
Kamis, 06 Desember 2012
0
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar